Prinsip utama demokrasi, bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, semakin melemah dan tengah disirnakan. Selain itu, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers serta hak berorganisasi telah dibatasi oleh pemerintah, yang berakibat pada pembungkaman suara rakyat dan penggerusan kemampuan rakyat untuk berpartisipasi dalam proses-proses politik.
 
“Tak dapat disangkal bahwa selama 10 tahun terakhir telah terjadi praktik-praktik politik dan tata kelola berbangsa dan bernegara yang ugal-ugalan, yang tidak mematuhi kaidah rule of law di mana seharusnya hukum menjadi panglima,” tulis rilis ProDEM dikutip RMOL, Rabu (14/8).



Lanjut keterangan tersebut, supremasi hukum sejatinya menjamin bahwa tidak ada seorang pun, termasuk pemerintah, yang berada di atas hukum. Hukum harus digunakan untuk keadilan dengan menghormati hak asasi manusia (HAM) serta ada perlakuan yang sama di depan hukum.

“Artinya, semua tindakan pemerintah, institusi negara dan warga negara harus tunduk pada hukum. Namun, justru yang terjadi adalah rule by law, di mana hukum digunakan untuk kepentingan kekuasaan,” tegasnya.
 
Pelemahan hukum tersebut tidak hanya berdampak pada individu atau kelompok yang terlibat langsung, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan secara keseluruhan.

“Hal ini tentunya semakin memperburuk situasi ketidakpastian hukum, ketidakadilan bagi rakyat, kemunduran demokrasi serta lemahnya penegakan HAM di Indonesia,” ungkap ProDEM.
 
Semua praktik politik ugal-ugalan ini diyakini oleh Senator ProDEM telah menjadikan negara sebagai pelayan kaum oligarki. Dengan menggunakan pengaruh besar dan kekayaan yang tak terbatas, kelompok ini telah memengaruhi kebijakan publik. Legislasi dan proses-proses politik sengaja dirancang demi kepentingan serta keuntungan kelompok tersebut.

Para Senator ProDEM juga meyakini bahwa kaum oligarki tersebut telah memperkuat kekuasaan mereka dengan cara-cara manipulatif, seperti melakukan korupsi, menyuap pejabat publik, memanipulasi pemilihan umum (pemilu), serta memengaruhi media untuk membentuk opini publik, sehingga negara dan pemerintah tidak lagi mendedikasikan diri untuk kepentingan rakyat.

“Inilah yang menjelaskan mengapa sampai sekarang kesejahteraan rakyat, yang merupakan cita-cita luhur Reformasi, belum tertunaikan. Berbagai struktur demokrasi juga runtuh, perekonomian hancur, hutang luar negeri kian membengkak dan muncul berbagai kerusakan lainnya,” tegas para Senator ProDEM.
 
Selama era Reformasi banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan lingkungan akibat eksploitasi SDA, termasuk perubahan kebijakan, sistem pengelolaan serta penggunaan teknologi dan pengembangan sumber daya manusia. Namun, dalam 10 tahun terakhir, kepentingan pemodal dan oligarki hampir pasti menjadi paling utama, yang mampu mengalahkan kepentingan rakyat. Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pengelolaan SDA dilakukan untuk mengubah dan menyiasati aturan perundang-undangan.
 
Praktik-praktik pengelolaan SDA harus diakui tidak sesuai dengan Pancasila sebagai Dasar Negara, terlebih Sila ke-2 (Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab) dan Sila ke-5 (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia). Kebijakan dan praktik yang sangat kapitalistik dan ekstraktif itu juga jelas melanggar Konstitusi.
 
“Secara khusus, beberapa pasal dalam UUD 1945 juga jelas dilanggar, seperti Pasal 33 Ayat 3 yang menyatakan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, serta Pasal 27 Ayat 2 yang menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dari sudut pandang universal, HAM menjadi terancam, diabaikan bahkan hilang. Di antaranya hak untuk hidup, kesehatan yang baik, pekerjaan yang layak, lingkungan yang sehat, akses atas lahan dan SDA yang berkeadilan dan berkelanjutan, serta berbagai hak ekonomi, sosial, politik dan budaya,” bebernya.
 
Terkait hal-hal tersebut, maka Senator ProDEM tegas menyatakan bahwa berbagai kebijakan dan praktik yang ada telah bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, yang seharusnya menjamin keadilan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, Rembuk Kebangsaan Senator ProDEM menelurkan rekomendasi aksi sebagai berikut:

Pertama, mendesak kepada semua rakyat Indonesia untuk mendata kejahatan seluruh penyelenggara negara selama mereka berkuasa;

Kedua, mendesak penyelenggara negara untuk menegakkan hukum atau Law Enforcement tanpa pandang bulu (equality before the law);

Ketiga, merevisi semua UU yang antirakyat dan antidemokrasi, seperti UU Omnibus, UU KPK, UU Minerba, UU P2SK serta membatalkan RUU Polri;

Keempat, mengusulkan dibentuknya UU Lembaga Kepresidenan agar fungsi lembaga kepresidenan memiliki batasan, prinsip demokrasi dapat ditegakkan dan sistem meritokrasi dapat dijalankan dalam pengembangan kinerja kenegaraan;

Kelima, menyusun ulang UU Politik (UU Partai Politik, UU Pemilu dan UU MD3);

Keenam, menempatkan Kepolisian di bawah Kemendagri;

Ketujuh, engelola SDA secara berkeadilan dan berkelanjutan sesuai dengan nilai, dasar dan konstitusi dalam berbangsa dan bernegara;

Kedelapan, melakukan distribusi pengelolaan SDA yang berbasis pada keadilan, kesejahteraan dan kelestarian lingkungan, serta norma dan nilai sosial budaya;

Kesembilan, membentuk hukum dan aturan terkait pengelolaan SDA yang didasarkan pada norma dan nilai berbangsa dan bernegara, serta menerapkan penegakan hukum terkait tanpa pandang bulu;

Kesepuluh, melakukan review tata ruang secara nasional untuk memastikan keseimbangan distribusi SDA yang berkeadilan dan berkelanjutan, tanpa melupakan aspek sosial, budaya dan lingkungan;

Kesebelas, menanamkan pendidikan dan pengembangan karakter dan budaya untuk mencintai dan menghormati lingkungan sejak dini dan menerapkannya di segala bidang kehidupan.

 
Inisiator Rembuk Kebangsaan Senator ProDEM di antaranya: Effendi Saman, Paskah Irianto, Arwin Lubis, Ultra Syahbunan, Sirra Prayuna, Muchtar Sindang, Standarkiaa Latief, Hakim Hatta, Swary Utami Dewi dan Desyana. rmol news logo article



Source link

By Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *